Masjid Menjadi Pusat Halqah di Era Khilafah

Istilah halqah mungkin masih asing di telinga sebagian kaum Muslim. Tetapi, bagi mereka yang sering ke Masjidil Haram atau Masjid Nabawi, mungkin sudah tidak asing lagi. Halqah adalah kelompok kajian yang dipimpin seorang syeikh. Kajiannya pun bisa bermacam-macam. Mulai dari menghafal Alquran, qira’at, tafsir, hadits, sirah, fiqih, nahwu, balaghah maupun yang lain. Semuanya diselenggarakan di masjid, baik dalam kelompok besar maupun kecil. 
 
Di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, halqah seperti ini masih bertahan hingga sekarang. Meski mungkin ada sedikit perbedaan. Jika dulu di era khilafah, ada halqah dari berbagai mazhab, yang tersisa tinggal mazhab yang direstui oleh pemerintah. Dulu, di Masjidil Haram, misalnya, ada Halqah Imam Abu Hanifah, Halqah Imam Maliki, Halqah Imam Syafi’i dan Halqah Imam Ahmad. Tapi, kini itu tidak ada lagi.

Beberapa masjid yang menjadi pusat halqah di era Khilafah adalah:
  • Masjid al-Amawi di Damaskus: Masjid ini dibangun oleh Khalifah al-Walid bin ‘Abdul Malik. Di dalamnya terdapat berbagai Di sana tersedia halqah berbagai mazhab. Untuk Mazhab Maliki ada ruangan tersendiri. Untuk Mazhab Syafi’i, juga mazhab yang lain tersedia ruangan tersendiri. Al-Hafidz al-Khathib al-Baghdadi mempunyai halqah khusus di masjid ini. Orang datang dari berbagai penjuru dunia ke masjid ini untuk mengikuti halqah beliau dalam bidang hadits. Di sini, semua bidang keilmuan ada halqah-nya tersendiri, seperti ilmu bahasa, sastra, ilmu hisab, falak dan lain-lain.
  • Masjid ‘Amru bin al-‘Ash: Masjid ini terletak di Fusthath, Mesir. Di masjid bahkan ada lebih dari 40 halqah. Masjid ini bahkan telah menjadi pusak kajian dan diskusi. Halqah Imam Syafi’i juga ada di sini. Halqah ini terus berkembang, hingga abad ke-4 H, jumlahnya mencapai 110 halqah. Sebagiannya dikhususkan untuk kaum wanita. Setelah seseorang mendapatkan ijazah dari gurunya, dia baru diizinkan untuk menuliskan dan meriwayatkan dari gurunya.
  • Masjid al-Azhar di Mesir: Masjid al-Azhar ini pembangunannya selesai pada tahun 361 H. Menjadi pusat bagi para penuntut ilmu dari berbagai negeri kaum Muslim untuk belajar di sana. Para khalifah di zamannya kemudian mendirikan Badan Wakaf al-Azhar. Khalifah juga yang menentukan para masyayikh di berbagai bidang keilmuan, dan mempunyai ketenaran luar biasa. Inilah yang kemudian menjadi ciri khas Universitas al-Azhar. Di sini para penuntut ilmu mendapatkan berbagai fasilitas. Karena itu, mereka berdatangan dari berbagai penjuru dunia. Menurut al-Muqrizi, jumlah mereka pada tahun 818 H/1425 M, mencapai 750 ribu orang. Masjid dan Universitas al-Azhar ini hingga sekarang masih ada. Dari sini lahir banyak ulama hebat yang tersebar di seluruh penjuru dunia.
  • Masjiad Zaitunah Tunisia: Masjid ini dibangun oleh Khalifah Bani Umayyah. Pendiri Masjid Zaitunah ini adalah Amir ‘Ubaidillah bin Habab, Amir Afrika sebelum Hisyam bin ‘Abdul Malik. Bangunannya diperluas tahun 250 H/864 M yang dilakukan oleh Ziyadatullah bin Aghlab, di era Daulah Aghalib. Masjid ini bahkan menyediakan berbagai halqah, dalam berbagai bidang keilmuan. Di sini ada halqah ‘Abdurrahman bin Ziyad al-Ma’afiri, seorang pemuka ahli hadits. Abu Sa’id Sahnun at-Tanukhi, al-Maziri dan lain-lain bisa ditemukan halqah-nya di sini. Mereka yang datang ke sini pun berasal dari berbagai penjuru dunia. Ada yang belajar hadits, tafsir, fikih, bahasa dan sebagainya. Al-Khasyaisyi menggambarkan, “Masjid ini dipenuhi dengan berbagai bidang ilmu, baik aqliyyah maupun naqliyyah, juga ilmu tentang Maqashid dan Wasail.. Di perpustakaannya terdapat 100,000 jilid buku.”
  • Masjid Qarawain: Masjid ini dibangun di kota Fas, Maroko di era Idrisiyyah (245 H/859 M). Kemudian diperluas di era Amir Ahmad bin Abu Bakar az-Zanati. Pada permulaan abad ke-6 H, perluasan dan penambahannya telah selesai, sehingga menjadi masjid yang tersohor. Masjid ini juga mempunyai keistimewaan secara ilmiah. Mereka yang datang ke sini dari berbagai penjuru dunia. Di sini, para penunut ilmu mendapatkan bantuan dari hasil pengelolaan harta wakaf, subsidi negara dan bantuan dari para dermawan. Bahkan, yang belajar di sini bukan hanya dari dunia Islam, tetapi dari Eropa juga datang ke sini. Seperti Uskup Jairibir, yang kemudian menjadi Pastur Romawi dengan nama Silvester, tahun 999-1030 M, pernah menimba dan belajar di Universitas Qarawain setelah lulus dari Universitas Cordoba. [] HAR dari berbagai sumber
Sumber: Tabloid Mediaumat Edisi 153

sumber: http://j.mp/1It4B4T

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Masjid Menjadi Pusat Halqah di Era Khilafah"

Posting Komentar