Presiden Jokowi telah menyampaikan Nota Keuangan dan RAPBN 2016
kepada DPR. RAPBN 2016 disusun berdasarkan asumsi makro: pertumbuhan
2016 5,5-6%; inflasi 4% plus-minus 1%; nilai tukar dolar AS Rp
13.000-13.400; suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan
sebesar 4-6%; angka pengangguran 5,2-5,5%; angka kemiskinan 9-10%; rasio
gini 0,39 dan indeks pembangunan manusia 70,1.
Belanja RAPBN 2016 diusulkan sebesar Rp 2.121,3 triliun, naik Rp
137,1 triliun dari APBNP 2015. Adapun total penerimaan diusulkan sebesar
Rp 1.848,1 triliun, naik Rp 86,5 triliun dari APBNP 2015. Jadi, RAPBN
2016 direncanakan defisit Rp 273,2 triliun atau 2,1 persen PDB. Sebagian
besar penerimaan itu berasal dari pajak Rp 1.565,8 triliun. Sisanya
dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 280,3 triliun dan dari
hibah Rp 2 triliun.
Ambisius
Target pertumbuhan 5,5% tahun 2016 jelas sangat sulit untuk dicapai.
Pasalnya, kinerja perekonomian tahun 2015 ini saja rendah. Berdasarkan
data BPS, angka pertumbuhan kuartal pertama hanya 4,7 dan kuartal kedua
hanya 4,67. Artinya, angka pertumbuhan semester pertama hanya 4,685.
Untuk mencapai target pertumbuhan terendah di APBNP 2015 sebesar 5,8,
maka angka pertumbuhan di semester kedua 2015 harus 6,92. Mencapai
pertumbuhan sebesar itu hampir mustahil.
Apalagi saat ini terjadi perlambatan ekonomi hampir di seluruh dunia.
Permintaan dunia pun turun sehingga ekspor juga turun. Harga komoditi
ekspor utama terutama batubara dan minyak sawit dan produknya juga
anjlok. Konsumsi swasta dan masyarakat juga turun. Selain itu, kelesuan
ekonomi berdampak pada lesunya dunia usaha dan industri. Semua kondisi
itu dipercaya masih akan berlanjut pada tahun depan. Dilihat dari sisi
ini, RAPBN 2016 sangat ambisius, bahkan menjadi misi yang mustahil (mission impossible).
Target Pajak Naik
Pendapatan RAPBN 2016 sebagian besar bertumpu pada penerimaan pajak,
yakni diusulkan Rp 1.565,8 T (triliun), atau 84,7% dari total penerimaan
Rp 1.848,1. Angka itu naik Rp 86,5 T dari APBNP 2015.
Kenaikan penerimaan pajak itu disandarkan pada kenaikan penerimaan
Pajak Penghasilan (PPh), khususnya PPh Nonmigas dan penerimaan cukai.
PPh Nonmigas diusulkan Rp 715,01 T, naik Rp 85,175 T dari Rp 629,835 T
di APBNP 2015. Penerimaan cukai diusulkan Rp 155,52 T naik Rp 9,7 T dari
145,74 T di APBNP 2015.
Adapun penerimaan PPN diusulkan Rp 573,69 T, turun Rp 2,78 T dari Rp
576,47 T di APBNP 2015. Penurunan target PPN ini logis. Sebabnya, PPN
dipungut melalui konsumsi (=penjualan). Konsumsi swasta dan masyarakat
saat ini memang turun drastis dan belum akan meningkat dalam waktu
dekat.
Target penerimaan pajak ini juga sangat ambisius dan mungkin
mendekati mustahil. Pasalnya, selama lima tahun terakhir ini saja,
realisasi penerimaan pajak tidak pernah mencapai target. Realisasinya,
meski dari sisi angka naik, dari prosentase justru terus turun.
Terakhir, tahun 2014, target Rp 1.246 T, realisasinya Rp 1.143 T
(91,7%). Adapun tahun ini (hingga 31 Juli 2015) penerimaan pajak baru
mencapai Rp 531,114 T dari target total Rp 1.294,258 T. Artinya, meski
sudah tujuh bulan, realisasinya baru 41,04%. Jika trennya terus seperti
itu, realisasi tahun 2015 akan jauh lebih rendah dari realisasi tahun
2014.
Mungkin belajar dari “kegagalan” menaikkan PPN secara drastis, maka
dalam RAPBN 2016 peningkatan penerimaan pajak lebih disandarkan pada PPh
Nonmigas. PPh Nonmigas akan bertumpu pada PPh Orang Pribadi dan PPh
Badan. Masalahnya saat ini ekonomi tengah lesu, konsumsi menurun,
permintaan produk perusahaan juga banyak yang turun, penjualan lesu dan
masih terpukul oleh kenaikan biaya produksi akibat pelemahan kurs
rupiah. Semua itu membuat penghasilan sektor industri cenderung menurun.
Lantas bagaimana meningkatkan PPh badan jika penghasilan badan yang
akan dipajaki cenderung turun?
Kelesuan ekonomi juga membuat penghasilan orang pribadi cenderung
tetap atau malah menurun. Bahkan, seperti dikatakan Menaker Hanif
Dhakiri, selama tujuh bulan pertama tahun ini sudah ada sekitar
30.000-an pekerja yang dirumahkan untuk sementara waktu oleh perusahaan
tempat mereka bekerja. Jika kelesuan ekonomi terus berlanjut, gelombang
PHK akan terjadi. Semua itu akan membuat potensi PPh Orang Pribadi juga
akan menurun. Lantas bagaimana PPh Orang Pribadi akan bisa digenjot?
Meningkatkan jumlah orang yang membayar pajak tentu bukan hal mudah.
Adapun kenaikan penerimaan cukai mungkin akan dilakukan dengan
menaikkan cukai yang sudah ada, bisa juga dengan menambah jenis barang
kena cukai yang baru.
Beban Rakyat Makin Berat
Kenaikan target penerimaan pajak baik PPh orang pribadi, PPh badan,
PPN, cukai dan pajak lainnya pada akhirnya akan kembali menjadi beban
rakyat. Pasalnya, rakyat nanti harus bayar lebih banyak lagi.
Di sisi lain penerimaan dari sumberdaya alam (SDA) diusulkan hanya Rp
130,95 T. Penerimaan SDA ini sungguh sangat minim. Padahal negeri ini
sangat kaya dengan SDA. Salah satu sebab utamanya adalah sistem
pengelolaan SDA yang diserahkan kepada swasta bahkan asing. Negara hanya
menerima pendapatan dalam bentuk PPh dan pajak lainnya, royalti serta
bagi hasil akhir yang kecil akibat rekayasa cost recovery yang tidak transparan dan sulit dipertanggungjawabkan.
Ini bisa dinilai sebagai kezaliman terhadap rakyat. Pasalnya, rakyat
terus dipaksa bayar pajak yang makin banyak jenis dan jumlahnya. Pada
saat yang sama, kekayaan alam milik rakyat justru diserahkan kepada
swasta bahkan asing. Tentu saja hasilnya banyak dinikmati oleh mereka,
sementara rakyat harus terus gigit jari, bahkan tak jarang harus
menanggung dampak buruk pengelolan SDA.
Menyalahi Islam
Lebih dari itu, penerimaan pajak itu menyalahi Islam. Islam mengharamkan pajak, cukai dan sejenisnya. Rasulullah saw. bersabda:
«لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ صَاحِبُ مَكْسٍ»
Tidak masuk surga penarik cukai/pajak (HR Ahmad, Abu Dawud, Ibn Khuzaimah, al-Hakim dan al-Baihaqi).
Betul, Islam membolehkan pemungutan dharibah, yang bisa diartikan dengan pajak.
Namun, konsepnya jauh berbeda dengan pajak dalam sistem kapitalisme
sekarang. Pajak saat ini merupakan penerimaan utama, bersifat tetap,
kontinu (terus-menerus), dipungut dari siapa saja (Muslim dan non-Musim)
dan tanpa membedakan kaya dan miskin.
Sebaliknya, dharibah dalam Islam hanya pelengkap, bukan pemasukan utama. Dharibah juga dipungut sewaktu-waktu (temporer), tidak kontinu dan tidak tetap. Dharibah
hanya boleh dipungut untuk pembiayaan yang merupakan kewajiban kaum
Muslim sesuai ketentuan Islam; hanya dipungut dari kaum Muslim, tidak
dipungut dari non-Muslim; hanya dipungut dari orang kaya saja, tidak
dari semua warga negara; dipungut sebatas jumlah biaya yang diperlukan,
tidak boleh lebih, dan setelah jumlah yang diperlukan tertutupi, dharibah dihentikan.
Adapun terkait pengelolaan SDA, dalam Islam SDA yang berlimpah
merupakan milik umum seluruh rakyat. SDA itu harus dikelola langsung
oleh negara mewakili rakyat dan seluruh hasilnya dikembalikan kepada
rakyat; dimasukkan ke kas negara untuk membiayai berbagai urusan dan
kemaslahatan rakyat.
Wahai Kaum Muslim:
Islam telah menetapkan sistem pengelolaan keuangan negara,
sumber-sumber penerimaan dan bab-bab pengeluaran atau belanja.
Penerimaan negara berasal dari kekayaan milik negara baik jizyah, kharaj, khumus, ghanimah, fa’i, ‘usyur
(yang berbeda dari cukai), harta waris yang tidak ada pewarisnya dan
kekayaan milik negara lainnya; juga dari kekayaan milik umum seperti
minyak, gas, energi panas bumi, mineral, kehutanan, perikanan, udara dan
sebagainya lainnya. Belum lagi penerimaan dari zakat meski
peruntukannya sudah dibatasi oleh syariah. Jika masih kurang, baru
dipungut dharibah sesuai ketentuan syariah.
Semua itu akan cukup untuk membiayai program kerja negara dalam
memelihara urusan dan kemaslahatan rakyat, termasuk menyediakan
pelayanan publik; menjamin pemenuhan kebutuhan pokok pangan, papan dan
sandang; juga menjamin pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat secara
gratis baik pendidikan, kesehatan dan keamanan.
Karena itu kaum Muslim harus segera mewujudkan sistem pengelolaan
keuangan negara model Islam, yang hanya mungkin bisa diwujudkan secara
nyata dalam sistem pemerintahan Islam, yakni Khilafah ar-Rasyidah itu.
Itulah yang pasti akan memberikan kehidupan yang baik bagi semua.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ …
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan
Rasul jika Rasul menyeru kalian pada suatu yang memberikan kehidupan
kepada kalian (TQS al-Anfal [8]: 24)
WalLâh a’lam bi ash-shawâb. []
sumber : http://j.mp/1F28ity
0 Response to "RAPBN 2016 Makin Liberal (Target Pajak Digenjot, Beban Rakyat Ditambah)"
Posting Komentar